Regression Discontinuity Design (RDD)

Regression Discontinuity Design (RDD)

Kontributor: Nailul Farih | Diulas dan disetujui: Umi Hanik | Tanggal: 12 September 2022

A. Apa itu Regression Discontinuity Design (RDD)?

Regression Discontinuity Design (RDD) merupakan salah satu teknik evaluasi dampak dengan pendekatan quasi-experimental. Teknik ini bisa diterapkan pada program yang memiliki indeks berkelanjutan (continuous index) dengan nilai atau skor batas yang jelas untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat untuk menerima intervensi program dan siapa yang tidak. Selain itu, RDD juga merupakan opsi pilihan ketika program yang ingin dievaluasi tidak memiliki baseline.

Program-program sosial sering kali menggunakan indeks untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat sebagai penerima dan siapa yang tidak. Misalnya, Program Dana Pensiun, di mana penduduk yang berusia 67 tahun ke atas dapat diklasifikasikan sebagai pensiunan dan berhak atau memenuhi syarat untuk menerima program dana pensiun. Sedangkan usia dibawahnya tidak berhak karena belum memenuhi syarat.

Terkait hal di atas, setidaknya ada dua kondisi yang perlu diperhatikan ketika menggunakan RDD, antara lain:

  1. Indeks kelayakan berkelanjutan (continuous eligibility index), artinya populasi yang menjadi target program dapat diberi peringkat. Seperti indeks kemiskinan, usia, dan nilai ujian.
  2. Nilai batas yang ditentukan dengan jelas, sebagai ukuran untuk menentukan siapa yang layak dan tidak untuk menerima intervensi program.

B. Contoh penggunaan Regression Discontinuity Design (RDD) untuk mengevaluasi Program Subsidi Asuransi Kesehatan (HISP)

Sebagai ilustrasi tentang bagaimana menerapkan penggunaan RDD untuk kebutuhan evaluasi, maka pendekatan ini akan dicoba untuk mengevaluasi Program HISP. Studi diawali dengan review mendalam terhadap desain program, yang berhasil mengidentifikasi target program yakni rumah tangga berpenghasilan rendah yang mengacu pada garis kemiskinan nasional. Garis kemiskinan tersebut didasarkan pada indeks kemiskinan yang memberikan skor kepada setiap rumah tangga antara 20 dan 100 berdasarkan aset, kondisi perumahan, dan struktur sosiodemografisnya.

Garis kemiskinan yang telah ditetapkan skornya pada 58, ini artinya bahwa setiap rumah tangga yang memiliki skor kurang dari 58, diklasifikasikan sebagai miskin. Sedangkan untuk rumah tangga dengan skor di atas 58 dikategorikan sebagai tidak miskin. Dengan demikian kita memiliki dua data sampel pada daerah perlakuan, yaitu Rumah tangga miskin dan tidak miskin, dengan kondisi hanya rumah tangga miskin yang memenuhi syarat untuk mengikuti Program HISP.

Kemudian dilakukan regresi multivariat dan memplot hubungan antara indeks kemiskinan dan perkiraan pengeluaran kesehatan rumah tangga sebelum HISP dimulai. Gambar di bawah menunjukkan bahwa ketika skor rumah tangga pada indeks kemiskinan meningkat, regresi memprediksi tingkat pengeluaran kesehatan yang lebih tinggi, yang mencerminkan fakta bahwa rumah tangga yang lebih kaya cenderung memiliki pengeluaran dan konsumsi yang lebih tinggi untuk obat-obatan dan layanan kesehatan primer. Perhatikan bahwa hubungan antara indeks kemiskinan dan pengeluaran kesehatan adalah berkelanjutan, yaitu, tidak ada bukti adanya perubahan dalam hubungan di sekitar garis kemiskinan.

11

Sumber: World Bank (2016)

2

Sumber: World Bank (2016)

Dua tahun setelah dimulainya pilot project, terlihat bahwa hanya rumah tangga dengan skor di bawah 58 (yaitu, di sebelah kiri garis kemiskinan) yang diizinkan untuk mendaftar pada Program HISP. Dengan menggunakan follow-up data, kita kembali memplot hubungan antara skor pada indeks kemiskinan dan pengeluaran kesehatan yang diprediksi dan menemukan hubungan yang diilustrasikan pada gambar di atas, hubungan antara indeks kemiskinan dan pengeluaran kesehatan yang diprediksi tidak lagi berkelanjutan—ada jeda yang jelas, atau “diskontinuitas”, pada garis kemiskinan.

3

**) Signifikan pada level 1%

Sumber: World Bank (2016)

Diskontinuitas mencerminkan penurunan pengeluaran kesehatan untuk rumah tangga yang memenuhi syarat untuk menerima program. Mengingat bahwa rumah tangga di kedua sisi skor batas (cutoff) 58 sangat mirip, satu-satunya penjelasan yang rasional untuk tingkat pengeluaran kesehatan yang berbeda adalah bahwa satu kelompok rumah tangga memenuhi syarat untuk mengikuti program dan yang lainnya tidak. Kita memperkirakan perbedaan ini melalui regresi dengan temuan yang ditunjukkan pada gambar di atas.

Referensi:

• Gertler, j. et al (2016). Impact Evaluation in Practice. The World Bank